Archive

Archive for the ‘Psikologi Belajar’ Category

Inilah 10 Fakta Unik tentang Otak Manusia

September 5, 2010 Leave a comment

Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia.

Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif.

1. Kesadaran
Saat bangun di pagi hari, kita tersadar dari tidur. Menikmati sinar matahari dari celah jendela, udara pagi nan sejuk, dan seterusnya. Kita menyebutnya sebagai kesadaran. Bidang ini memicu topik majemuk yang dibahas ilmuwan sejak zaman dulu. Pakar neurologi mutakhir menjabarkan kesadaran sebagai suatu topik riset realistis.

2. Hidup Membeku
Hidup abadi memang hanya ada dalam khayalan manusia. Namun ilmuwan telah menemukan cryonic, temuan yang mampu membuat manusia memiliki dua kehidupan. Salah satu pusat cryonic adalah Alcor Life Extension Foundation, di Arizona, yang menyimpan tubuh mahluk hidup dalam tabung berisi nitrogen cair dengan suhu minud 320 fahrenheit.

Idenya adalah manusia yang sudah meninggal akibat penyakit akan dicairkan dan dihidupkan kembali di masa mendatang saat penyakit itu sudah bisa disembuhkan. Jenazah Ted Williams, pemain baseball kenamaan disimpan di sini. Karena teknologinya belum ditemukan, maka penghidupan kembali belum dilakukan. namun tubuhnya sudah “dilelehkan” dengan suhu yang tepat sehingga sel-selnya membeku dan memecah.

3. Misteri Kematian
Bagaimana manusia menjadi tua? manusia terlahir dengan mekanisme tubuh yang mampu bertahan dari penyakit. Itu sebabnya luka bisa sembuh sendiri tanpa diobati. Tapi seiring dengan bertambah usia, mekanisme itu menurun. kenapa bisa begitu? Ada dua teori penjelasannya. Pertama, penuaan adalah bagian dari genetika manusia. Kedua, penuaan adalah hasil dari sel-sel tubuh yang rusak.

4. Alam versus Asuhan
Perdebatan tentang pikiran dan kepribadian manusia masih berkutat antara dua hal di atas. Kepribadian dan pemikiran manusia dikatakan dikontrol oleh gen atau lingkungan?Atau bisa jadi keduanya? Masih belum ada kesepakatan di kalangan ilmuwan tentang hal ini.

5. Pemicu Otak
Tertawa adalah hal yang paling sedikit dipahami dari perilaku manusia. Para ilmuwan menemukan bahwa selama tertawa, ada tiga bagian otak yang terlibat. Pertama, bagian yang berpikir sebelum kita memahami suatu gurauan. Kedua, area yang bergerak untuk memberitahu otot kita untuk melakukan sesuatu. Lalu sebuah area emosional yang menggugah perasaan geli.
John Morreall, ilmuwan peneliti humor dari College of William and Mary, menemukan bahwa tertawa adalah respon bermain atas kisah yang tidak sesuai dengan harapan. Tertawa juga mampu menular pada orang lain.

6. Daya Ingat
Beberapa pengalaman sulit dilupakan, sebaliknya kita justru kerap melupakan hal-hal penting. Bagaimana itu bisa terjadi? menggunakan teknik pencitraan otak, ilmuwan menemukan adanya mekanisme yang bertanggungjawab pada penciptaan dan penyimpanan memori.
Mereka menemukan hippocampus dan materi abu-abu otak yang berperan sebagai kotak memori. Tapi mengapa ada memori yang mudah diingat dan dipukana, masih tetap jadi misteri.

7. Jam Biologis
Otak juga memiliki nukleus suprachiasmatic nucleus alias jam biologi. Bagian ini memprogram tubuh untuk mengikuti irama waktu 24 jam. Jam biologi juga menyesuaikan suhu tubuh, siklus bangun tidur, juga produksi hormon melatonin. Perdebatan terakhir adalah apakah suplemen melatonin mampu mencegah jet lag?

8. Perasaan Dihantui
Diperkirakan 80 persen dari sensasi pengalaman termasuk gatal, tertekan, nyaman dan rasa sakit datang dari bagian tubuh yang hilang. Ada orang yang mengalami adanya organ tubuh mereka yang tidka nampak tapi bisa merasakan. Salah satu penjelasan adalah adanya area syaraf di salah satu organ tubuh yang menciptakan konseksi baru pada saraf tulang belakang dan berlanjut mengirimkan sinyal ke otak.

9. Tidur
Mengapa manusia butuh tidur? Ilmuwan paham bahwa semua mamalia butuh tidur cukup. Tidak cukup tidur berkepanjangan akan menimbulkan halunisasi bahkan kematian. Ada dua tingkatan dalam tidur, yakni tidur yang non-rapid eye movement (NREM), terjadi selama otak memperlihatkan rendahnya aktivitas metabolik. Lalu tidur tingkat rapid eye movement (REM), saat otak masih cukup aktif.

10. Mimpi
Selain tidur, mimpi juga menjadi misteri. Kemungkinannya adalah, bermimpi merupakan latihan otak yang menstimulasi trafik synap antar sel-sel otak. Teori lain mengatakan manusia bermimpi mengenai tugas dan emosinya yang tak sempat diperhatikan selama mereka terjaga di siang hari.

Referensi : wikipedia.org dan KASKUS

Pendidikan Berbasis Karakter (Sebuah Renungan dan Harapan)

August 12, 2010 Leave a comment

Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat dinamis, selalu bergerak, selalu terjadi perubahan dan pembaharuan. Sekolah seolah terus berpacu memunculkan dan mengejar keunggulannya masing-masing. Memasuki Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola pendidikan untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan mereka dengan berbagai teknologi canggih agar bisa menghasilkan siswa yang mampu bersaing di Era ‘Global Village’.

Ditengah begitu semangatnya berbagai lembaga pendidikan mengejar keunggulan teknologi, terbersit satu pertanyaan, ‘sebesar itu jugakah semangat kita untuk mengejar keunggulan karakter siswa-siswa kita?’

Mengapa Karakter?

Beberapa hadits berikut menunjukkan betapa pentingnya sekolah-sekolah kita untuk memperhatikan masalah pembentukan akhlak pada anak-anak didiknya:

Innama bu’itstu liutammima makaarimal akhlaaq

“Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.” (H.R. Malik)

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Sekolah adalah tempat yang sangat strategis bahkan yang utama setelah keluarga untuk membentuk akhlak/karakter siswa. Bahkan seharusnya setiap sekolah menjadikan kualitas akhlak/karakter sebagai salah satu Quality Assurance yang harus dimiliki oleh setiap lulusan sekolahnya.

Tentunya kita semua berharap siswa-siswi yang dididik di sekolah kita menjadi hamba Allah SWT yang beriman.

Pemerintah kita mencanangkan dalam Pasal 3 UU No. 20/2003, bahwa:

‘Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab’.

Dan sekarang resapilah hadits berikut:

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka.” (H.R. Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Jika ternyata baiknya akhlak menjadikan sempurnanya iman, maka tidak ada alasan bagi sekolah kita untuk menomor duakan keseriusan dalam upaya pembentukan akhlak/karakter dibanding keseriusan mengejar keunggulan teknologi. Bahkan yakinlah, bahwa jika anak didik kita memiliki akhlak/karakter yang baik, Insya Allah merekapun akan lebih mudah kita pacu untuk mengejar prestasi lainnya.

Para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingmya masalah pembentukan karakter ini:

Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan:

To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”

“Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.”

Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter)

Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:

90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)‏

Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667 siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540 putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan seks bebas!

Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak .

Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.

Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:

1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja

2. Ketidakjujuran yang semakin membudaya

3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figur pemimpin,

4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian,

5. Penggunaan bahasa yang semakin memburuk,

6. Penurunan etos kerja,

7. Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara,

8. Meningginya perilaku merusak diri,

9. Semakin kaburnya pedoman terhadap nilai-nilai moral.

Jika kita cermati satu persatu tanda-tanda kehancuran di atas, berapa point yang sudah muncul di bangsa kita? Sepertinya kita sepakat bahwa seluruhnya sudah tampak di bangsa kita!

Akankah bangsa kita mengalami kehancuran? Jawabannya adalah ‘YA’ bila bangsa kita tidak melakukan perbaikan. Dan kita para pengelola sekolah dan para pendidik harus ikut melakukan langkah perbaikan. Inilah peran strategis yang harus kita ambil, MELAKUKAN PEMBINAAN AKHLAK UNTUK MENGHINDARKAN BANGSA DARI KEHANCURAN!

Peran Sekolah

“Fithratallahil latii fatharan naasa ‘alaiha. Laa tabdiila likhalqillah.”

“…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah…” (Q.S. Ar-Rum: 30)

“Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (H.R. Bukhari)

Pendidikan menurut Pasal 1 Butir 1 UU 20/2003:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”

Pengertian Pendidikan Karakter

Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Sedangkan menurut Imam Ghazali karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebelumnya:

“Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (H.R. Bukhari)

Sehingga proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral.

Pendidikan Agama sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:

1.      Menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan filosofis.

2.      Mengintegrasikan nilai Islami ke dalam bangunan kurikulum.

3.      Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar.

4.      Mengedepankan nilai-nilai pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.

5. Menumbuhkan iklim yang baik di dalam lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.

6. Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.

7. Mengutamakan nilai silaturrahim dalam semua interaksi antar warga sekolah.

8. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri.

9. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.

10. Menumbuhkan budaya profesionalisme

Nilai-nilai agama menjadi inspirasi dan sekaligus pemandu utama dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah antara lain:

1.      Membentuk sikap dan kepribadian yang kuat.

2.      Memompa semangat keilmuan dan karya.

3.      Membangun karakter/pribadi yang saleh

4.      Membangun Sikap Peduli:

5.      Membentuk pandangan yang visioner

Bagaimana menerapkan pendidikan karakter di sekolah?

Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:

MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik

MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.

MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior

Dengan tiga tahapan ini, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan praktik doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan mencintai berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.

Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:

1. Cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaanNya

2. Kemandirian dan tanggung jawab

3. Kejujuran, bijaksana

4. Hormat, santun

5. Dermawan, suka menolong, gotong royong

6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras

7. Kepemimpinan, keadilan

8. Baik hati, rendah hati

9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan

Tips untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah

Berikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah:

  • Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.
  • Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.
  • Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.
  • Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.
  • Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan
  • Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran
  • Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai

Dari semua komponen sekolah, yang paling berperan mensukseskan program pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah GURU. Tentunya diperlukan GURU BERKARAKTER untuk menghasilkan SISWA BERKARAKTER. Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan anak didik yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya!

Dikutip dari:

Shintawati (Staf Dept. Mutu JSIT Indonesia). Pendidikan Berbasis Karakter.

http://www.jsit.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=58:pbk&catid=35:dpm&Itemid=57. April 2010

Transformasi Teaching ke Learning pada Pembelajaran di SMA (Sebuah Gagasan)

August 12, 2010 2 comments

INSIGHT TRANSFORMASI PEMBELAJARAN DARI TEACHING KE LEARNING

Proses pembelajaran menjadi efektif bila pembelajar mampu mengenali makna tujuan  setiap pembelajaran yang akan dicapai. Konsep teaching selama ini lebih cenderung pada area  pengembangan otak kiri, yang analitik verbal, berorientasi struktural dan fungsional. Sementara proses learning menuju pada pembelajaran holistik humanis dengan penguatan locus  of control pada internal pembelajar. Insight ‘learning’. Situasi Pembelajaran berbasis learning  bermakna bagi pembelajar menjadi lebih aktif menggali informasi dan teknologi yang  dibutuhkan. Pada sisi lain pengajar lebih berperan sebagai FEE (facilitating, empowering, enabling). Pembelajar tidak hanya mampu menguasai materi pembelajaran namun juga belajar bagaimana belajar (learn how to  learn), melalui  discovery, inquiry dan problem solving. Komunitas pembelajaran menjadi berorientasi pada pembelajar.

Teori teori learning menggunakan pendekatan desain  1). Behaviorism; Berbasis  perubahan perilaku yang diulang-ulang menjadi sebuah aktifitas automatic. Kelemahan, stimulus situasi pembelajaran tidak terjadi, output pembelajar berhenti bekerja bila terjadi anomali yang disebabkan lemahnya pemahaman sistem. Kekuatan, pembelajar  lebih fokus pada tujuan yang jelas  dan dapat secara otomatis  memberi respon  pencapaian tujuan.  2). Cognitivism;  Berbasis pada proses dibalik behavior. Perubahan perilaku diobservasi dan menggunakan indikator yang terjadi pada diri pembelajar. Kelemahan, Pembelajar belajar cara menyelesaikan tugas, tetapi mungkin  bukan cara yang terbaik atau keluar dari  pembelajaran atau situasi tersebut. Kekuatan.  Tujuan melatih pembelajar mengerjakan tugas dengan cara yang sama dan konsisten. 3). Construtivism; Berbasis pada premise bahwa kita semua menconstruct wawasan  sampai pada pembentukan pengalaman dan skema individu. Fokus constructifism menyiapkan pembelajar untuk menyelesaikan situasi yang  ambigu. Kelemahan, Pada situasi yang menyimpang dari cara berfikir dan tindakan dapat menyebabkan masalah. Kekuatan, pembelajar mampu menginterpretasikan multi realitas, pembelajar lebih mampu dengan situasi nyata kehidupan, jika pembelajar dapat  menyelesaikan masalah, mereka akan mengaplikasikan secara lebih baik pengetahuan mereka pada situasi baru.

Tabel  Domain Perbedaan Teacher Center dan Learner Center.

Domain Teacher-centered (Behaviorism) Learner-centered (Constructivism)
Pengetahuan Menerima dari instruktur Dikonstruksi  oleh pembelajar
Partisipasi  pembelajar Passive Aktive
Peran Professor Leader/autority Fasilitator/partner dalam belajar
Peran  Penilaian Beberapa test Banyak test, untuk umpan balik
Penekanan Belajar untuk menjawab benar Pengembangan pemahaman  lebih mendalam
Metode penilaian Penilaian  satu dimensi Hasil  multidimensional, on going diagnostic
Kultur akademik Kompetitive, individualistik Kolaborative, supportive.

Sumber :  Schuman, L (1996) Perspective on instruction.

Roger Bybee bersama timnya  mengembangkan prinsip-prinsip  investigator pada model  instruksional  untuk  constructivism. Secara  ringkas  pendekatan pembelajar berhubungan dengan  sains  mengikuti belajar sesuatu yang baru, mencoba memahami yang lebih dalam, dan proses  tidak linear. Eksplorasi  ditandai dengan adanya curiosity yang distimulasi oleh berbagai fenomena. Suatu saat akan mengembangkan pendidik menjadi  fasilitator  untuk  mengkonstruksi proses belajar. Mengembangkan struktur lingkungan belajar yang memberi peluang, tantangan dan dukungan untuk membangun pemahaman.

Prinsip  Learning.

Dalam pembelajaran learning terdapat prinsip-prinsip yang menjadi panduan dalam proses pembelajaran. Prinsip  5E dalam construtivism ’learning’, sebagai berikut:

1.   Engage : Keterlibatan pembelajar di dalam Student Center dalam menyampaikan kontrak belajar.

2.   Explore : Keterlibatan menggali masalah sudah dieksplore dan sharing

3.   Explain :  Sesudah mengeksplore, diungkapkan dalam bentuk kongkrit yaitu membuat abstrak dari apa yang diperoleh dari eksplore tersebut apakah individual atau kelompok dengan bahasa akademik yang baik dan pendidik memberikan stimulasi jka terjadi kekurangan dengan bahasa yang dapat difahami oleh semuanya. Dibutuhkan alat penunjang untuk merekam penjelasan yang diberikan oleh pendidik.

4.   Elaborate : Konsep yang sudah diketahui harus diperkaya dengan pengetahuan yang lain yang dihasilkan dari kelompok lain, mencari hubungan masalah termasuk kehidupan nyata di luar

5.   Evaluasi : Untuk pendidik adalah on going process, pendidik harus meminta portofolio pembelajar baik mengenai tugas dan referensi. Pembelajar juga melakukan evaluasi terhadap guru mengenai hal yang berkaitan dengan materi, perilaku (open ended).

Selanjutnya dalam student center, terdapat  ragam model pembelajaran diantaranya; Small group discussion, role play & simulation, case  study, discovery learning, self directed learning,  cooperative  learning,  collaborative learning,  contextual  instruction, project  based learning,  problem based learning and inquiry  serta solution  based learning.  Pemilihan metode sangat temporal berdasarkan  tujuan pembelajaran, kontent keilmuan, sarana belajar dan fasilitator.

Dikutip dari:

Amiruddin, Ridwan. 2007.

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/04/transformasi-teaching-ke-learning/

Posted on May 4, 2007.