Archive

Posts Tagged ‘Behaviorism’

Transformasi Teaching ke Learning pada Pembelajaran di SMA (Sebuah Gagasan)

August 12, 2010 2 comments

INSIGHT TRANSFORMASI PEMBELAJARAN DARI TEACHING KE LEARNING

Proses pembelajaran menjadi efektif bila pembelajar mampu mengenali makna tujuan  setiap pembelajaran yang akan dicapai. Konsep teaching selama ini lebih cenderung pada area  pengembangan otak kiri, yang analitik verbal, berorientasi struktural dan fungsional. Sementara proses learning menuju pada pembelajaran holistik humanis dengan penguatan locus  of control pada internal pembelajar. Insight ‘learning’. Situasi Pembelajaran berbasis learning  bermakna bagi pembelajar menjadi lebih aktif menggali informasi dan teknologi yang  dibutuhkan. Pada sisi lain pengajar lebih berperan sebagai FEE (facilitating, empowering, enabling). Pembelajar tidak hanya mampu menguasai materi pembelajaran namun juga belajar bagaimana belajar (learn how to  learn), melalui  discovery, inquiry dan problem solving. Komunitas pembelajaran menjadi berorientasi pada pembelajar.

Teori teori learning menggunakan pendekatan desain  1). Behaviorism; Berbasis  perubahan perilaku yang diulang-ulang menjadi sebuah aktifitas automatic. Kelemahan, stimulus situasi pembelajaran tidak terjadi, output pembelajar berhenti bekerja bila terjadi anomali yang disebabkan lemahnya pemahaman sistem. Kekuatan, pembelajar  lebih fokus pada tujuan yang jelas  dan dapat secara otomatis  memberi respon  pencapaian tujuan.  2). Cognitivism;  Berbasis pada proses dibalik behavior. Perubahan perilaku diobservasi dan menggunakan indikator yang terjadi pada diri pembelajar. Kelemahan, Pembelajar belajar cara menyelesaikan tugas, tetapi mungkin  bukan cara yang terbaik atau keluar dari  pembelajaran atau situasi tersebut. Kekuatan.  Tujuan melatih pembelajar mengerjakan tugas dengan cara yang sama dan konsisten. 3). Construtivism; Berbasis pada premise bahwa kita semua menconstruct wawasan  sampai pada pembentukan pengalaman dan skema individu. Fokus constructifism menyiapkan pembelajar untuk menyelesaikan situasi yang  ambigu. Kelemahan, Pada situasi yang menyimpang dari cara berfikir dan tindakan dapat menyebabkan masalah. Kekuatan, pembelajar mampu menginterpretasikan multi realitas, pembelajar lebih mampu dengan situasi nyata kehidupan, jika pembelajar dapat  menyelesaikan masalah, mereka akan mengaplikasikan secara lebih baik pengetahuan mereka pada situasi baru.

Tabel  Domain Perbedaan Teacher Center dan Learner Center.

Domain Teacher-centered (Behaviorism) Learner-centered (Constructivism)
Pengetahuan Menerima dari instruktur Dikonstruksi  oleh pembelajar
Partisipasi  pembelajar Passive Aktive
Peran Professor Leader/autority Fasilitator/partner dalam belajar
Peran  Penilaian Beberapa test Banyak test, untuk umpan balik
Penekanan Belajar untuk menjawab benar Pengembangan pemahaman  lebih mendalam
Metode penilaian Penilaian  satu dimensi Hasil  multidimensional, on going diagnostic
Kultur akademik Kompetitive, individualistik Kolaborative, supportive.

Sumber :  Schuman, L (1996) Perspective on instruction.

Roger Bybee bersama timnya  mengembangkan prinsip-prinsip  investigator pada model  instruksional  untuk  constructivism. Secara  ringkas  pendekatan pembelajar berhubungan dengan  sains  mengikuti belajar sesuatu yang baru, mencoba memahami yang lebih dalam, dan proses  tidak linear. Eksplorasi  ditandai dengan adanya curiosity yang distimulasi oleh berbagai fenomena. Suatu saat akan mengembangkan pendidik menjadi  fasilitator  untuk  mengkonstruksi proses belajar. Mengembangkan struktur lingkungan belajar yang memberi peluang, tantangan dan dukungan untuk membangun pemahaman.

Prinsip  Learning.

Dalam pembelajaran learning terdapat prinsip-prinsip yang menjadi panduan dalam proses pembelajaran. Prinsip  5E dalam construtivism ’learning’, sebagai berikut:

1.   Engage : Keterlibatan pembelajar di dalam Student Center dalam menyampaikan kontrak belajar.

2.   Explore : Keterlibatan menggali masalah sudah dieksplore dan sharing

3.   Explain :  Sesudah mengeksplore, diungkapkan dalam bentuk kongkrit yaitu membuat abstrak dari apa yang diperoleh dari eksplore tersebut apakah individual atau kelompok dengan bahasa akademik yang baik dan pendidik memberikan stimulasi jka terjadi kekurangan dengan bahasa yang dapat difahami oleh semuanya. Dibutuhkan alat penunjang untuk merekam penjelasan yang diberikan oleh pendidik.

4.   Elaborate : Konsep yang sudah diketahui harus diperkaya dengan pengetahuan yang lain yang dihasilkan dari kelompok lain, mencari hubungan masalah termasuk kehidupan nyata di luar

5.   Evaluasi : Untuk pendidik adalah on going process, pendidik harus meminta portofolio pembelajar baik mengenai tugas dan referensi. Pembelajar juga melakukan evaluasi terhadap guru mengenai hal yang berkaitan dengan materi, perilaku (open ended).

Selanjutnya dalam student center, terdapat  ragam model pembelajaran diantaranya; Small group discussion, role play & simulation, case  study, discovery learning, self directed learning,  cooperative  learning,  collaborative learning,  contextual  instruction, project  based learning,  problem based learning and inquiry  serta solution  based learning.  Pemilihan metode sangat temporal berdasarkan  tujuan pembelajaran, kontent keilmuan, sarana belajar dan fasilitator.

Dikutip dari:

Amiruddin, Ridwan. 2007.

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/04/transformasi-teaching-ke-learning/

Posted on May 4, 2007.